Nasionalisme
Ilutif dalam Episode 1 Sinetron “Aku Anak Indonesia” RCTI
Ideologi dan Representasi: Benarkah Selalu Sejalan?
Salah satu sinetron yang sedang ditayangkan di televisi Indonesia
saat ini berjudul “Aku Anak Indonesia” yang ditayangkan di RCTI. Judul menurut
Graeme Burton (2000) berfungsi mempersiapkan pemirsa pada serangkaian
penyikapan atau konvensi tertentu (merancang pola pikir akan program tersebut).
Judul sinetron ini seolah merupakan pernyataan bangga dengan identitas sebagai
Anak Indonesia. Karenanya, judul tersebut memberikan rancangan pola pikir
kepada pemirsanya bahwa sinetron ini mencoba mengangkat tema kebanggaan dan
kecintaan terhadap tanah air (nasionalisme). Tema ini cukup berbeda
dibandingkan sinetron-sinetron lainnya yang lebih banyak menjual percintaan dan
komedi. Sinetron “Aku Anak Indonesia” bersetting kehidupan remaja usia SMA di
Jakarta. Pemeran utama dalam “Aku Anak Indonesia” adalah seorang gadis bernama
Ani yang diceritakan sebagai gadis remaja yang idealis.
Kemunculan sinetron ini disambut cukup baik oleh masyarakat.
Kemungkinan, sinetron ini dianggap merespon apa yang belakangan banyak diulas
media mengenai kecintaan terhadap bangsa kita sendiri, Indonesia. Media menilai
kecintaan terhadap bangsa sendiri telah luntur, bahkan terlupakan. Karenanya, berbagai
tayangan yang dikonsumsi oleh masyarakat mulai dipertanyakan kualitasnya, sebab
sering dianggap sebagai pendorong generasi muda untuk memuja segala yang impor
dan seolah malu dengan yang lokal. Meski demikian ketika menonton keseluruhan
cerita “Aku Anak Indonesia” episode 1, terdapat beberapa hal yang dirasa
janggal berkaitan dengan ideologi yang disampaikan sebagai tema besarnya dan
apa yang ditampilkan dalam cerita. Hal inilah yang nantinya akan dibahas
menggunakan pendekatan analisis wacana kritis.
Sinetron “Aku Anak Indonesia” dapat dianggap sebagai representasi
visual yang digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi saat ini. Dalam
“Imagined Communities” (1991), Benedict Anderson menceritakan bagaimana
representasi visual digunakan untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi di
masyarakat sacred community. Di masa itu, wujudnya antara lain relief
dan mosaik pada jendela gereja. Hal itu digunakan karena kesadaran bahwa masa
lampau dan masa depan bersifat simultan atau saling berkaitan, dan dengan
demikian sangat erat kaitannya dengan masa sekarang. Karena itu dalam sinetron
“Aku Anak Indonesia”, penting untuk dikaji bagaimana pesan-pesan nasionalisme
disampaikan melalui representasi tersebut. Dengan demikian, diharapkan
selanjutnya tidak ada pemahaman mentah terhadap pesan yang disampaikan di
dalamnya.
Analisis Wacana
Kritis sebagai Pendekatan
Dalam upaya memahami bagaimana kecintaan terhadap tanah air
(nasionalisme) ditampilkan dalam sinetron “Aku Anak Indonesia”, saya memilih
untuk berfokus pada episode 1 dari serial tersebut. Episode 1 dipilih sebagai
objek kajian karena dalam sinetron, episode 1 dijadikan sebagai pengantar atau
pengenalan kepada penonton. Biasanya, di dalam episode 1 ditampilkan
karakter-karakter penting dalam cerita serta konflik yang akan dibangun dalam
keseluruhan serial.
Dalam
episode 1 sinetron “Aku Anak Indonesia”, pemeran utama memiliki porsi
kemunculan yang dominan. Menurut El Saptaria (2006:34), protagonis atau pemeran
utama merupakan karakter yang menggerakkan plot dari awal sampai akhir dan
memiliki itikad, namun dihalangi oleh tokoh lain. Protagonis memiliki irama
tragis dan menggerakkan seluruh cerita. Di dalam episode 1 sinetron “Aku Anak
Indonesia”, protagonis sekaligus berperan sebagai narator atau penutur di akhir
cerita. Teknik ini digunakan untuk mendukung realisme naratif cerita, sehingga
apa yang ingin disampaikan kepada penonton dapat tercapai. Melihat bahwa apa
yang ingin disampaikan banyak dititipkan kepada karakter pemeran utama (Ani),
maka analisis wacana kritis dilakukan dengan melihat penokohan karakter Ani
tersebut, baik yang ia tampilkan maupun anggapan karakter lain tentangnya.
Analisis
wacana kritis mengurai apa yang dianggap wajar, dan berupaya menjelaskan
kemapanan serta pengaruh sosial dari wacana yang seringkali dianggap buram oleh
khalayaknya (Fairclough, 1995:28). Dalam tulisan ini, analisis wacana kritis
digunakan sebagai pisau penelitian untuk memahami bagaimana pesan-pesan
nasionalisme disampaikan dalam episode 1 sinetron “Aku Anak Indonesia”.
Plot dalam
Episode 1 Sinetron “Aku Anak Indonesia”
Sebelum menganalisis karakter Ani, terlebih harus dilakukan
pemetaan plot atau aspek naratif, yaitu:
1.
Ani dan
Ibunya pulang ke Indonesia dari Jerman menggunakan pesawat. Tampak Ani
menitikkan air mata karena bahagia dapat kembali ke tanah air.
2.
Ani
menonton sinetron di televisi, lalu ibunya menegur agar ia menonton sinetron
yang baik. Namun karena dirasa tak ada yang bagus untuk ditonton, ia
mematikannya.
3.
Ani
hendak berangkat sekolah menggunakan sepeda, tetapi Ibunya melarang karena
polusi yang tinggi di Jakarta. Terjadi debat kecil antara keduanya karena Ani
justru ingin mengurangi polusi karena cintanya akan kota dan alam Indonesia,
namun ibunya tetap melarangnya.
4.
Di
mobil dalam perjalanan ke sekolah, Ani mengobrol dengan sopirnya dan
mengeluhkan sikap Ibunya, tetapi sopirnya justru memihak Ibunya. Sopirnya
bilang bahwa Ani baru pulang ke Indonesia setelah lima tahun di Jerman, jadi
kalau naik sepeda sendiri ia bisa tersesat karena jalanan Jakarta semrawut dan
pernapasannya bisa terganggu karena polusi yang tinggi.
5.
Dari
jendela mobilnya, Ani melihat Arif yang terjatuh karena luka tusuk di perutnya.
Ani ingin menolong, tetapi sopirnya menolak karena takut itu hanya tipu
muslihat perampok. Ani bersikeras menolong Arif dan mengancam akan langsung
turun jika sopirnya tidak mau berhenti.
6.
Ani
dan Arif berkenalan di rumah sakit; Arif menceritakan bahwa ia tertusuk ketika
mencoba melerai tawuran antarsekolah.
7.
Ani
melaporkan tentang tawuran antarsekolah kepada wali kelasnya, tetapi responnya
tidak memuaskan Ani. Wali kelasnya mengejek Ani yang baru tinggal di Indonesia
dan mengatakan bahwa tawuran antarsekolah sudah menjadi hal yang wajar. Tugas
Ani sebagai murid adalah belajar, itu saja.
8.
Karena
merasa laporannya tidak ditanggapi, Ani mengumumkan dengan mic usai
upacara di halaman sekolah. Para siswa menyerunya.
9.
Ani
berkenalan dengan Ito di perpustakaan sekolah.
10.
Ani
diancam oleh Wati dan temannya agar tidak ikut campur dan sok pahlawan dalam
urusan tawuran antarsekolah. Wati juga mengejek cara bicara Ani yang
dianggapnya kaku. Ani tidak terima dan balik mengejek Wati dan temannya yang
memakai rok pendek ke sekolah, berkata-kata kasar terhadap orang yang belum
dikenal, dan dipertanyakan isi kepalanya. Ani juga menegaskan bahwa ia bukannya
sok pahlawan, tetapi membela apa yang dianggapnya benar dan anti kekerasan.
11.
Ani
dan Ito melaporkan perihal tawuran antarsekolah ke kantor polisi, namun
lagi-lagi ia merasa tidak mendapat respon yang semestinya.
12.
Ani
datang menjenguk Arif di rumah sakit dan menyuapi Arif. Menurutnya, hal itu
merupakan hal yang wajar sebagai rasa kemanusiaan.
13.
Ani
mengajak teman-temannya membuat pesta kejutan untuk Arif yang akan segera
kembali masuk sekolah. Menurutnya, hal tersebut tak berlebihan dan menunjukkan
rasa bangga akan keberanian Arif menolak tawuran. Ani disebut sebagai ‘Jerman
KW’ oleh Wati yang mengintip dari luar kelas.
14.
Ani
dan teman-temannya mengadakan pesta sambutan untuk Arif di depan sekolah. Ridho
datang untuk menantang Arif berduel. Ani melarang Arif menerima tantangan
tersebut, tapi Arif menerimanya.
15.
Arif
dan Ridho berduel; Ridho kalah dan harus berjanji tidak lagi tawuran.
16.
Para
siswa SMA Anak Indonesia dipukuli para siswa dari sekolah lawan. Ani, Arif, dan
Ito menyusun siasat agar bisa menghentikan tawuran.
17.
Ani,
Arif, dan Ito menemui Abor yang merupakan Komandan tawuran dari sekolah lawan.
Awalnya Abor menolak untuk berdamai, namun akhirnya ia setuju setelah melihat
kebaikan Ani yang mengulurkan saputangannya untuk Abor.
18.
Pertandingan
sepak bola tiap minggu sebagai sarana berdamainya dua sekolah yang tadinya
tawuran. Meski demikian, Wati masih tampak membenci Ani.
Menerapkan
Analisis Wacana Kritis pada Karakter Ani
Dalam analisis wacana kritis, dilakukan upaya denaturalisasi
terhadap wacana yang ada dan dianggap wajar. Hal yang perlu dilakukan menurut
Fairclough (1995:27-28) adalah dengan menjelaskan bagaimana struktur sosial
menentukan kekayaan wacana, dan bagaimana wacana juga menentukan struktur
sosial. Ia menambahkan aspek kritis yang membedakannya dengan analisis wacana
sebelumnya untuk memberikan suatu intervensi kesadaran dengan menggunakan
logika mikro dan makro di dalamnya. Mikro dan makro yang berkaitan menjadi alat
analisis. Mikro adalah lingkup kecil termasuk hal-hal verbal yang ada di dalam
teks, sedangkan makro adalah struktur yang melihat apa yang ada di belakang
kondisi yang disampaikan dalam teks.
Mikro: Perkenalan
Mendalam terhadap Karakter Ani Sang Protagonis
Karakter Ani berjenis round character; digambarkan sebagai
karakter yang sempurna, sarat akan pesan-pesan dramatik (El Saptaria, 2006:35).
Analisis terhadap karakter Ani dalam sinetron “Aku Anak Indonesia” mengacu pada
delapan bagian untuk menciptakan karakter yang dramatis sebagaimana dijelaskan
oleh James Thomas dalam “Script Analysis for Actors, Directors,and
Designers”. Delapan bagian tersebut kemudian disandingkan dengan plot,
sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Objectives/Goal (Tujuan yang Hendak Dicapai oleh Karakter)
Dalam adegan awal ketika Ani berdebat kecil dengan ibunya karena
ingin bersepeda ke sekolah sementara ibunya melarangnya, tampak bahwa tujuan
karakter Ani adalah manifestasinya terhadap kecintaan akan Indonesia. Hal ini
juga terdapat dalam obrolan di adegan Ani dan sopirnya, adegan Ani menolong
Arif, dalam adegan-adegan Ani mengupayakan agar tawuran antarsekolah dapat dihentikan,
dan dalam adegan Ani cekcok dengan Wati.
2.
Kualitas
(Tindakan untuk Mencapai Tujuan/taktik)
Diketahui bahwa tujuan karakter Ani adalah manifestasi kecintaannya
terhadap tanah air. Taktik yang dilakukan ialah dengan berupaya naik sepeda ke
sekolah, berusaha menghentikan tawuran antarsekolah dengan melaporkannya ke
wali kelas, mengumumkannya melalui mic usai upacara, melaporkannya ke
polisi, dan mendatangi Komandan tawuran sekolah lawan. Selain itu, adegan Ani
menolong Arif muncul setelah Ani menyebut tentang keramahan orang Indonesia,
sehingga dapat diartikan sebagai salah satu taktik mencapai tujuannya. Satu hal
yang tampak secara konsisten dalam taktiknya ialah upayanya untuk selalu
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam percakapan sehari-hari.
3.
Konflik
(Penggambaran konflik antarkarakter)
Konflik yang dialami karakter Ani adalah konfliknya dengan
lingkungannya dan beberapa orang di sekitarnya. Konflik dengan lingkungannya
tampak ketika ia berdebat dengan Ibunya saat akan berangkat sekolah naik
sepeda, saat mengobrol dan berdebat dengan sopirnya, saat ia melaporkan tawuran
antarsekolah, ketika ia nekad mengumumkan melalui mic usai upacara
sekolah, saat ia diancam dan diejek oleh Wati, dan ketika Abor menolak niatnya
untuk berdamai.
4.
Willpower (Kemauan Tinggi yang Digunakan untuk Mencapai Objektif)
Ani sebagai seorang murid baru dan berperawakan kecil, namun ia
tidak mudah menyerah untuk terus berupaya demi mencapai keinginannya.
5.
Values/Nilai (Pandangan Baik-Buruk Menurut Karakter)
Nilai bersifat tak kasat mata, berpangkal pada kepercayaan akan
hal-hal tertentu dan mempengaruhi personalitas karakter. Karakter Ani memiliki nilai
berupa kecintaannya terhadap tanah air, keyakinannya bahwa orang Indonesia
ramah, serta keyakinannya dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Karenanya, ia menganggap bahwa respon lingkungannya tidaklah benar sebagaimana
mestinya. Sedangkan karakter Ani sendiri dianggap selalu benar dan memiliki
nilai ideal sebagai pemuda Indonesia. Selain itu, dijelaskan sebelumnya bahwa
judul menjadi upaya dalam mempersiapkan pola pikir penonton akan sinetron ini.
“Aku Anak Indonesia” seolah merujuk pada karakter utama dalam sinetron ini,
yaitu Ani. Artinya, nilai dalam karakter Ani adalah kebanggaannya sebagai Anak
Indonesia.
6.
Personalitas
(Ciri yang Menyajikan Tampilan, Perasaan, dan Pikiran Karakter)
Karakter Ani ditampilkan sebagai perempuan muda usia SMA,
berpenampilan menarik, baik hati, pemberani, dan berasal dari keluarga kelas
menengah ke atas. Ia juga ditampilkan sebagai sosok cerdas, teguh pendirian
(turut menjadikannya taat peraturan), dan memiliki pengalaman tinggal di Jerman
selama lima tahun.
7.
Kompleksitas
(Merepresentasikan Kesadaran Karakter akan Situasinya)
Ani sebagai karakter utama ditampilkan sebagai karakter yang paling
kompleks. Ani baru saja pulang ke Indonesia dari Jerman, ia berasal dari
keluarga menengah ke atas. Di sisi lain, ia menjadi murid baru memiliki
beberapa hal yang berlawanan dengan lingkungannya. Kompleksitas ini
menjadikannya menarik untuk dilihat relasinya dengan karakter lain dan
pengembangan cerita.
8.
Relationships
(Keterhubungan Antarkarakter)
Berfokus pada karakter Ani, terlihat bahwa karakter tersebut
beroposisi dengan lingkungannya dan beberapa karakter lain, seperti Ibunya,
sopirnya, Wati, Wali Kelasnya, polisi, dan Abor. Karakter Ani berada dalam
relasi positif dengan Arif, Ito, dan Abor pada akhirnya.
Makro: Penyampaian Pesan yang Terbalik
Ani digambarkan sebagai karakter yang ideal dalam menyampaikan
wacana nasionalisme, karena ia anti kekerasan, teguh pendirian, berani, taat
peraturan, dan baik terhadap sesama. Sifat-sifat ideal tersebut juga didukung
oleh latar belakangnya sebagai anak dari kalangan menengah ke atas. Namun demikian,
kesempurnaannya justru menjadi kendala antara ia dan lingkungannya serta
beberapa tokoh lainnya. Hal ini menjadi konflik yang menjadikan ceritanya
menarik. Namun, penokohan karakter Ani yang dilakukan melalui karakter lain
dalam cerita memunculkan kritik karena seolah justru memutarbalikkan wacana
yang ingin disampaikan.
Karakter Ani diceritakan sebagai anak pindahan di SMA di Indonesia
setelah sebelumnya selama lima tahun tinggal di Jerman. Dalam beberapa adegan
konflik yang ada, latar belakang Ani sebagai ‘anak yang baru pulang dari
Jerman’ disebutkan dan ditekankan. Penekanan tersebut seolah menyatakan
fetisisme terhadap Jerman yang bukan tanah air, sedangkan Indonesia sebagai
tanah air sama sekali tidak digambarkan sebagai negeri yang layak dicintai.
Penyajian ini berkebalikan dari tema sinetron yang mengangkat kecintaan
terhadap tanah air. Adegan-adegan tersebut ialah:
1.
Ani
hendak berangkat sekolah menggunakan sepeda karena ingin mengurangi polusi,
tetapi Ibunya melarang karena di Jakarta polusinya tinggi. Ani pun menurut
meski tidak setuju. Jelas menggambarkan bahwa Jakarta sebagai ibukota adalah
tempat yang kurang nyaman.
2.
Ani
mengobrol dengan sopirnya. Sopirnya bilang bahwa Ani baru pulang ke Indonesia
setelah lima tahun di Jerman, jadi kalau naik sepeda sendiri ia bisa tersesat
karena jalanan Jakarta semrawut dan pernapasannya bisa terganggu karena polusi
yang tinggi. Ketika Ani mendebat bahwa ia masih percaya akan keramahan
masyarakat Indonesia dan keindahan alamnya, sopirnya hanya geleng-geleng kepala
sambil berujar,”Mimpi, Neng...!”. Jelas menggambarkan bahwa keadaan Indonesia
sudah tidak nyaman seperti dahulu, dan anggapan Ani tentang keindahan Indonesia
hanyalah ilusi. Selain itu, adegan tersebut juga menyiratkan bahwa kondisi di
Jerman lebih baik daripada Indonesia.
3.
Ani
melaporkan tentang tawuran antarsekolah kepada wali kelasnya, tetapi Wali
kelasnya malah mengejek Ani yang baru tinggal di Indonesia dan mengatakan bahwa
tawuran antarsekolah sudah menjadi hal yang wajar. Jelas menggambarkan bahwa
kondisi para pelajar di Indonesia sangatlah buruk dan tidak sebaik di luar
Indonesia.
4.
Ani
diancam oleh Wati dan temannya agar tidak ikut campur dan sok pahlawan dalam
urusan tawuran antarsekolah. Ani balik mengejek Wati dan temannya yang memakai
rok pendek ke sekolah, berkata-kata kasar terhadap orang yang belum dikenal,
dan dipertanyakan isi kepalanya. Ani juga menegaskan bahwa ia bukannya sok
pahlawan, tetapi membela apa yang dianggapnya benar dan anti kekerasan. Apa
yang tersirat dalam adegan tersebut adalah bahwa remaja di Indonesia tidak
memiliki tata krama dan tidak mau berpikir, sedangkan Ani yang sebelumnya tinggal
di Jerman kondisinya berkebalikan.
5.
Ani menyuapi
Arif di rumah sakit. Arif bercerita bahwa jika di Indonesia, hal semacam itu
termasuk tabu, tapi Menurut Ani hal itu merupakan hal yang wajar sebagai rasa
kemanusiaan. Di sini, tersirat bahwa sikap Ani sebagai orang yang sebelumnya
tinggal di Jerman adalah sikap yang baik dan benar.
6.
Ani
mengajak teman-temannya membuat pesta kejutan untuk Arif yang akan segera
kembali masuk sekolah dan menunjukkan rasa bangga akan keberanian Arif menolak
tawuran. Ani disebut sebagai ‘Jerman KW’ oleh Wati yang mengintip dari luar
kelas. Adegan ini menyiratkan bahwa Wati iri karena Ani disenangi
teman-temannya, dan terdapat fetisisme yang jelas terhadap Jerman melalui
julukan ‘Jerman KW’ yang dilontarkan Wati kepada Ani.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa apa yang
disampaikan dalam episode 1 sinetron “Aku Anak Indonesia” justru berisi
pandangan fetish terhadap Jerman dan menganggap rendah atau buruk terhadap
tanah air Indonesia. Menurut saya, hal tersebut merupakan kesalahan fatal,
sebab dengan demikian pesan yang ingin disampaikan kepada penonton tidak dapat
diwujudkan.
Menyongsong
Matinya Nasionalisme
Benedict Anderson (1991) menyebut bahwa sebuah bangsa adalah sebuah
komunitas yang dibayangkan (imagined community). Tidak pernah ada yang
benar-benar dapat menghitung anggota dari suatu bangsa dan bagaimana kondisinya.
Bangsa menurut Anderson bersifat terbatas sekaligus berkuasa. Terbatas karena
kita sebagai bagiannya selalu menganggap bahwa ada batasan tertentu yang
menjadikan kita berkebangsaan yang satu dan bukan yang lain. Contohnya, kita
merasa berkebangsaan Indonesia, bukan Jerman. Kita tidak pernah membayangkan
bahwa seluruh orang di dunia ini berkebangsaan Indonesia. Di sisi lain,
kebangsaan juga berkuasa, karena memiliki kuasa menyatukan pluralisme.
Konsep kebangsaan menurut Anderson ini dapat memberikan implikasi
yang besar bila diterapkan pada kasus sinetron “Aku Anak Indonesia”. Kebangsaan
adalah nilai yang paling melegitimasi dalam kehidupan politik di masa kini.
Karenanya, wacana yang melingkupinya juga sangat mempengaruhi tindakan kita
sebagai bagian dari suatu bangsa. Melalui sifat kebangsaan yang terbatas,
penonton menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari bangsa Indonesia dan
bukan bagian dari bangsa Jerman. Penyajian dalam sinetron “Aku Anak Indonesia”
dapat memberikan implikasi yang berkebalikan dari apa yang ingin disampaikan:
alih-alih menumbuhkan rasa cinta tanah air, justru memupusnya dan memupuk
fetisisme terhadap segala yang ada di luar negeri (Jerman).
Kuasa dalam bangsa dapat menyatukan pluralisme. Permasalahannya
akan muncul bila pluralisme tidak diimbangi dengan nasionalisme yang kuat,
sebab orang-orang di dalamnya telah terbiasa dengan perbedaan dan menjadi tidak
peka terhadap persinggungan dengan bangsa lain. Bila dibiarkan berlarut-larut,
nasionalisme akan benar-benar luntur. Jika apa yang ditulis oleh Bennedict
tentang kerelaan mati demi bangsa dijadikan tolak ukur, maka nantinya tidak
akan ada lagi yang rela mati demi Indonesia. Tidak ada lagi yang membela tanah
air demi identitas sebagai bagian dari bangsa Indonesia; yang ada kemudian
adalah: matinya nasionalisme, matinya bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Anderson, Benedict. 1991. Imagined Communities. London &
New York: Verso.
Burton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi. Yogyakarta:
Jalasutra.
Fairclough, Norman. 1995. Critical Discourse Analysis.
London & New York: Longman.
Thomas, James. 2005. Script Analysis for Actors, Directors, and
Designers. New York: Focal Press.