“Kenapa sih pada
tertarik ikut kegiatan volunteer
pendidikan kayak Kelas Inspirasi?”
Rangkaian kegiatan
Kelas Inspirasi Yogyakarta 2016 telah usai. Technical
Meeting, Hari Inspirasi, dan Selebrasi terlaksana sudah. Saya kembali
teringat awal saya mendengar tentang Kelas Inspirasi, yaitu pertanyaan pertama
tulisan ini, dilontarkan oleh seorang teman dalam acara nongki di sebuah warung kopi. Mungkin terlalu berlebihan, tapi
penggunaan ‘sih’ dalam pertanyaan teman saya itu jujur mengganggu saya. Mengapa
tidak menggunakan kata ‘ya’ menjadi “Kenapa ya pada tertarik ikut kegiatan volunteer
pendidikan kayak Kelas
Inspirasi?” atau “Kenapa pada
tertarik ikut kegiatan volunteer
pendidikan kayak Kelas Inspirasi?”
Seolah ia
bukan sekadar bertanya, tapi ada kritik yang sebenarnya ia lontarkan. Waktu itu
saya tidak tahu apa itu Kelas Inspirasi, jadi saya tidak menyahut ucapan teman
saya itu. Saya juga tidak bertanya dan hanya membatin, “Emang Kelas Inspirasi
itu apa sih?” Lalu jawaban datang melalui sebuah grup WhatsApp. Melihat poster
perekrutan relawan penyelenggara Kelas Inspirasi Yogyakarta (KIY) 2016, tanpa
pikir panjang saya langsung mendaftar. Waktu itu ada dua hal yang mendorong
saya. Pertama, saya membaca sekilas dalam website
bahwa Kelas Inspirasi adalah kegiatan peduli pendidikan dengan cara berbagi
pengalaman para professional ke siswa-siswa SD. Kedua, saya belum pernah
mengikuti kegiatan volunteer, jadi
ini bisa menjadi pengalaman pertama. Beberapa waktu kemudian, sebuah email
pemberitahuan mengkonfirmasi bahwa saya diundang mengikuti forum group discussion (FGD) di Taman Gabusan.
FGD waktu itu
menarik sekali. Pertama kalinya saya mengikuti sebuah forum dan berkenalan
dengan banyak orang, membincangkan pendidikan di Indonesia, lebih spesifik yang
ada di sekitar kami. FGD di Taman Gabusan berlanjut dengan berkumpul di Banjar
Mili untuk berkenalan lebih jauh. Apa yang membuat saya terkejut adalah ketika
kami ditanyai tentang komitmen terhadap kegiatan ini. Tidak ada paksaan, hanya
saja pilihannya adalah berkomitmen atau mundur sekalian. Saat itu saya
menyadari, kegiatan volunteer adalah
hal yang benar-benar baru bagi saya. Volunteer
atau kegiatan sukarela melibatkan banyak orang yang harus saling mendukung.
Bila hanya sebagian serius dan yang lainnya ogah-ogahan atau terpaksa, maka
bukan lagi kegiatan sukarela dan hanya akan menjadi beban.
Dalam KIY
2016, saya termasuk dalam divisi Fasilitator, bertugas menjembatani pihak SD,
relawan penyelenggara, dan relawan pengajar serta relawan dokumentator.
Awalnya, saya tak menyangka Hari Inspirasi yang hanya dilakukan sehari ternyata
dipersiapkan dengan detail dan dalam waktu yang cukup lama, yaitu enam bulan. Saya
terpana dengan semangat teman-teman di KIY hingga dapat melakukan segala
persiapan selama enam bulan lamanya. Apalah saya ini yang masih pasif dan perlu banyak belajar. Selain melakukan perekrutan relawan
pengajar dan relawan dokumentator, relawan penyelenggara (lebih dikenal sebagai
panitia) juga aktif melakukan audiensi dengan berbagai pihak demi kelancaran
KIY 2016. Hal tersebut dikarenakan ada agenda penting di luar tiga rangkaian
kegiatan KIY 2016 (technical meeting,
hari inspirasi, dan selebrasi), yaitu follow
up. Follow up adalah
keberlanjutan dari Hari Inspirasi dimana para professional yang telah mengajar
di Hari Inspirasi kembali lagi ke SD untuk terus memberikan sumbangsihnya,
sesuai prinsip KIY: bersilaturahmi. Tidak ada paksaan untuk melakukan follow up,
namun diharapkan terinternalisir dalam diri tiap relawan untuk tidak berhenti pada
Hari Inspirasi dan melanjutkan kepeduliannya dalam bentuk yang lebih konkrit.
Para Relawan (Fasilitator, Pengajar, dan Dokumentator)
berfoto bersama para siswa dan guru di SDN Sekarsuli 1 Banguntapan, Bantul saat
Hari Inspirasi.
Ah, maaf bila
yang saya sampaikan dalam tulisan ini menjadi sok sudah berbuat banyak.
Kenyataannya, apa yang telah dilakukan dalam KIY hanya secuil upaya
berlandaskan keinginan untuk berbuat sesuatu dalam bidang pendidikan. Dalam
beberapa obrolan selama mengikuti KIY 2016, saya dan para rekan di KIY
menyadari bahwa masih banyak hal lain yang dapat dilakukan dalam bidang
pendidikan dan belum dapat dicapai melalui kegiatan KIY. Bukannya menyatakan
bahwa pendidikan di negeri ini tidak dipedulikan, tapi bukankah wajar bila
masing-masing dari kita memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu demi
pendidikan di negeri ini?
Bagi saya
pribadi, KIY hanya lah awal. Semacam pemantik diri agar lebih peduli dengan
sekitar, terhadap pendidikan, terhadap orang lain, bahkan orang yang baru kita
kenal. Sungguh sebuah pengalaman yang berharga. Alhamdulillaah…. Terimakasih
juga untuk teman-teman relawan di KIY (penyelenggara, pengajar, dokumentator)
dan semua pihak yang telah mendukung kami J
Jogja, 11 Februari 2016